Warga Tolak Lokasi PSEL di Tamalanrea
News Makassar – Rencana pembangunan Pengelolaan Sampah menjadi Energi Listrik (PSEL) di Kecamatan Tamalanrea, Makassar, menuai penolakan keras dari warga. Lokasi yang direncanakan berada di Gudang Eterno dinilai terlalu dekat dengan permukiman dan sekolah, sehingga menimbulkan kekhawatiran terkait dampak lingkungan maupun kesehatan masyarakat.

Penolakan ini disampaikan langsung oleh warga dari Mula Baru, Tamalalang, Klaster Akasia, dan Alamanda yang mendatangi Balai Kota Makassar pada Selasa (19/8/2025). Sebagian warga melakukan aksi unjuk rasa, sementara lainnya beraudiensi dengan Wali Kota Makassar, Munafri Arifuddin.
Kekhawatiran Lingkungan dan Sosial
Tokoh masyarakat Akbar Adhy menegaskan bahwa warga berharap pemerintah meninjau ulang lokasi proyek strategis nasional tersebut. Menurutnya, pembangunan PSEL akan menimbulkan dampak jangka panjang yang dapat mengganggu aktivitas dan kualitas hidup masyarakat.
Baca Juga : Tangis Histeris Ibu Korban Pembunuhan di Gowa saat Sidang, Jibril Hanya Dituntut 20 Tahun Penjara
Hal senada diungkapkan Jamaluddin, warga Mula Baru, yang mengaku tetap khawatir meski sudah mendengar penjelasan dari wali kota. “Ini menyangkut rencana jangka panjang sampai 30 tahun, inilah yang menjadi keresahan bersama,” ujarnya.
Respons Wali Kota Makassar
Menanggapi keresahan itu, Wali Kota Munafri menekankan bahwa pemerintah wajib mendengar suara masyarakat. Ia menegaskan, kebijakan tidak boleh menimbulkan masalah sosial maupun hukum. “Kalau dipaksakan, dampaknya kembali ke masyarakat,” ucapnya.
Munafri mengaku pihaknya belum bisa mengambil keputusan karena masih menunggu regulasi terbaru dari pemerintah pusat. Saat ini, ia tengah berkoordinasi dengan sejumlah kementerian terkait, termasuk Kemenko Marves. “Apakah masih tunduk pada Perpres 35 Tahun 2018 atau sudah ada aturan baru, itu yang kami tunggu,” jelasnya.
Tantangan Anggaran dan Akses Proyek
Selain masalah regulasi, Munafri menyoroti soal anggaran dan akses proyek. Menurutnya, dana besar yang dibutuhkan untuk PSEL seharusnya bisa dialihkan untuk pengelolaan sampah langsung di tingkat kota. Ia juga menanyakan kejelasan akses jalan menuju lokasi proyek, termasuk izin operasional armada pengangkut sampah di kawasan FKS Land.
“Saya tidak tahu apakah sosialisasi sudah dilakukan dan apakah FKS mengizinkan akses truk sampah ke lokasi? Ini perlu dikaji,” tambahnya.
Alternatif Pengelolaan Sampah Berbasis Wilayah
Sebagai solusi alternatif, Pemkot Makassar mendorong pengelolaan sampah berbasis wilayah. Konsep ini fokus pada pemisahan dan pengolahan sampah organik maupun nonorganik. Uji coba telah dilakukan melalui penyediaan insinerator ramah lingkungan di tingkat kelurahan dan kecamatan.
Menurut Munafri, jika sampah organik bisa dikelola menjadi pupuk, maggot, atau biopori, maka jumlah sampah yang masuk ke TPA bisa berkurang drastis. Sementara itu, sampah nonorganik dapat diolah menjadi produk bernilai ekonomis.
Evaluasi Kapasitas Sampah
Munafri menekankan, jika sistem pengelolaan terpadu berjalan optimal, maka pasokan sampah untuk PSEL bisa tidak mencukupi. Padahal, PSEL membutuhkan sekitar 1.300 ton sampah per hari, terdiri dari 1.000 ton sampah rumah tangga dan 300 ton dari TPA Tamangapa.
“Apakah kapasitas sampah itu cukup? Kalau tidak, apakah harus ambil dari daerah lain? Ini yang harus dikaji serius,” ujarnya.
Komitmen Pemkot Makassar
Munafri menegaskan bahwa Pemkot Makassar tidak menolak investasi, namun tetap mengutamakan kepentingan masyarakat. “Saya ingin investasi yang menyenangkan semua pihak. Kalau justru merugikan masyarakat, lebih baik tidak ada investasi sama sekali,” tegasnya.